Covid 19 Lockdown Malaysia: Apa Kabar Pejuang Devisa Kita?

(isefid) Jumat, 17 April 2020, ISEFID mengadakan Webinar dengan tema “Lockdown Malaysia: Apa Kabar Pejuang Devisa Kita?” bersama beberapa narasumber yaitu Delil Khairat, MBA, Dr. Mahbubi Ali, Dr. Sonny Zulhuda, dan Rijal Al-Huda, serta dimoderatori langsung oleh Ketua ISEFID, Dr.Luqyan Tamanni. Webinar ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkait kondisi masyarakat Indonesia, khususnya para pekerja migran informal, yang terdampak oleh kebijakan Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) dari pemerintah Malaysia atau yang lebih populer disebut lockdown.

Delil Khairat, MBA selaku eksekutif di sebuah perusahaan asuransi, alumni IPB dan IIUM yang mana beliau telah menetap beberapa tahun di Malaysia menggambarkan background lockdown di Malaysia yang merupakan bahasa populer dari PKP atau Movement Control Order (MCO). Strategi ini merupakan salah satu strategi pemerintah Malaysia dalam menanggulagi pandemi Covid-19 yang bertujuan untuk memutus rantai penularan virus penyebab Covid-19 yang membutuhkan partisipasi aktif dari publik. Pak Delil melanjutkan bahwa terdapat 4 strategi utama pemerintah Malaysia untuk melawan Covid-19 ini, yakni; 1. PKP seperti yang dijelaskan sebelumnya, 2. Melakukan penelusuran yang intensif, misalnya apabila terdapat satu case baru maka tindakan yang dilakukan adalah dengan cara mencari dengan siapa saja orang tersebut terakhir kontak secara fisik, kemudian diuji apakah tertular atau tidak, apabila iya lalu diisolasi dan dirawat, 3. Melakukan pembersihan dan penyemprotan disinfektan, 4. Memberikan paket rangsangan ekonomi kepada masyarakat.

PKP di Malaysia tentu berdampak besar terhadap publik, khususnya Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau yang kita kenal juga sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Hal tersebut dikarenakan salah satu komponen PKP menghimbau agar seluruh masyarakat menetap di rumah dengan demikian menjadikan hampir semua sektor ekonomi berhenti beroperasi, terutama sektor padat karya seperti konstruksi. Sehingga para PMI tidak bisa bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan hariannya ataupun untuk menafkahi keluarganya di kampung. Bahkan terdapat kasus adanya PMI yang mulai berani bertindak kriminal seperti mencuri. Apabila dibiarkan, hal ini dapat memicu adanya kerusuhan sosial.

Lalu bagaimana dengan strategi pemerintah Indonesia di Malaysia? Pak Delil menjelaskan bahwa saat ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur menyalurkan bantuan kepada masyarakat Indonesia di Malaysia yang membutuhkan, khususnya para PMI. Saat ini kapasitas para ormas hanya mampu untuk memenuhi seperempat kebutuhan, bahkan jumlah yang bisa disalurkan sudah defisit dari kebutuhan. Sehingga beliau menekankan bahwa seharusnya pemerintah dapat lebih peka terhadap keadaan pandemi ini yang merupakan perkara serius. Pemerintah RI diharapkan dapat melakukan tindakan yang lebih signifikan dan ekstrem untuk masyakatnya, sehingga keputusan yang dibuat juga bisa lebih strategis dan masif, karena saat ini adalah keadaan darurat. Apabila kita berefleksi dengan keadaan di tanah air, memang begitulah pemerintah Indonesia, seolah-olah bukan menghadapi krisis. Hal tersebut terlihat dari pengambilan keputusan yang lambat serta birokrasi yang masih berbelit-belit.

Dana sosial seperti zakat tentu diharapkan dapat membantu meringankan beban para warga negara Indonesia yang terdampak situasi PKP di Malaysia. Namun, peraturan di Malaysia mengharuskan zakat hanya dapat dibagikan untuk warga negara Malaysia. Untuk itu saat ini Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Malaysia dibantu Dompet Dhuafa sedang mengusahakan agar zakat juga bisa dibagikan ke selain warga negara Malaysia. Selain itu, diperlukan juga pemahaman terkait pentingnya aspek pendataan. Karena saat ini yang dibicarakan adalah kebutuhan para warga negara yang membutuhkan, maka kedepan harus dipikirkan untuk memiliki pendataan yang valid dan solid.

Menurut Pak Delil, bantuan langsung tunai bisa jadi opsi agar para PMI bisa bertahan dalam satu bulan kedepan. Karena apabila keadaan semakin sulit, bantuan harus dapat semakin dimudahkan penyalurannya. Beliau menambahkan, dibutuhkan pergerakan yang cepat, tepat, dan terukur serta aturan yang lebih diberikan relaksasi terutama dari pihak pemerintah Indonesia.

Terdapat beberapa hal mendesak dari situasi PKP di Malaysia saat ini. Pertama, adanya kemungkinan PKP berlanjut hingga setelah 28 April (yang mana saat ini sudah terjadi, dan berlaku hingga 12 mei 2020). Kedua, para ahli di Malaysia mengharapkan agar PKP dapat terus dilaksanakan hingga akhir Mei, sehingga Ramadhan dan Idul Fitri sepenuhnya dalam kondisi PKP untuk menghindari adanya masyarakat yang pulang kampung. Sehingga dua hal ini diharapkan bisa menjadi dasar bagi pihak KBRI KL maupun ormas-ormas Indonesia di Malaysia dalam membantu para PMI. Serta diharapkan pemerintah Indonesia dan Malaysia dapat bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan ini

Dr. Mahbubi Ali yang merupakan praktisi Ekonomi dan keuangan syariah di Malaysia sekaligus Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Malaysia memaparkan bagaimana kondisi pilu para PMI di Malaysia. Perlu diketahui bahwa para TKI datang ke Malaysia untuk mengadu nasib, mencari sesuap nasi untuk menafkahi keluarga, setelah negara sendiri telah gagal untuk memberikan mata pencaharian bagi mereka. Sebagian dari mereka mencari pekerjaan ke Malaysia bukanlah atas keinginan sendiri melainkan tidak ada pilihan dan merupakan tuntutan hidup. Sebagai konsekuensi, mereka harus meninggalkan keluarga di kampung dengan harapan anak-anaknya dapat melanjutkan sekolah, dan mengubah nasib keluarganya. Tidak sedikit yang berutang demi mendapatkan pekerjaan di Malaysia. Banyak sekali biaya-biaya yang perlu dikeluarkan, seperti biaya keberangkatan, permit (izin menetap di Malaysia) yang harganya RM 6.000 bahkan mencapai RM 10.000 per tahun. Enam bulan pertama biasanya mereka tidak mendapatkan apa-apa, semua gajinya habis dipakai untuk membayar utang dan biaya hidup sehari-hari. Bahkan, tidak sedikit yang tertipu oleh oknum agen yang tidak bertanggung jawab untuk mengurus permit mereka, sehingga mereka terpaksa menjadi pekerja ilegal dan tinggal di tempat-tempat yang tidak layak. Adapun gaji para PMI informal dibayarkan harian, dengan rentang RM 50 – RM 100 per hari. Mereka gunakan untuk beli makan, bayar utang dan sisanya dikirim ke kampung halaman.

Sejak diterapkannya MCO, semua pekerjaan para PMI informal terhenti yang mengakibatkan terhentinya juga penghasilan mereka. Banyak dari mereka yang kekurangan makanan sehingga menyebabkan banyak ormas Indonesia di Malaysia yang tergerak untuk memberikan bantuan. Dr. Mahbubi menambahkan terdapat beberapa kendala saat ormas-ormas menyalurkan bantuan kepada para PMI informal seperti tempat pembelian barang/ sembako yang sulit karena jumlah pembelian dibatasi, razia dimana mana, dan akses menuju tempat tinggal para PMI yang sulit.

Dr. Sonny Zulhuda selaku dosen di International Islamic University Malaysia sekaligus ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia menjelaskan terkait kondisi yang terjadi saat ini di Malaysia serta kontribusi beliau bersama rekan-rekan Muhammadiyah Malaysia. PCIM Malaysia membuka hotline untuk warga Indonesia di Malaysia, sehingga siapa saja WNI yang membutuhkan bantuan dapat mengadukan kondisi mereka selama MCO ini berlangsung. Selain itu, PCIM bersama ormas lainnya juga menggalang dana untuk para PMI yang membutuhkan. Namun demikian, tetap saja dengan segala keterbatasan yang ada, para WNI di Malaysia masih banyak yang belum terpenuhi kebutuhannya khususnya dalam kondisi yang memprihatinkan di Malaysia saat ini. Beliau menambahkan, terdapat PMI yang memiliki permit kerja tetapi tidak berhubungan tetap dengan majikannya (kerja lepas) sehingga tidak diayomi khususnya selama masa pandemi ini.

Rijal Al Huda selaku Konsuler di KBRI Kuala Lumpur menerangkan bahwa sampai saat ini sudah terdapat banyak permohonan bantuan yang disampaikan para WNI melalui aplikasi online yang dibuat oleh KBRI KL. Aplikasi tersebut menunjukkan terdapat 50.416 aplikan atau pemohon yang melaporkan keberadaan 381 ribu WNI yang membutuhkan pertolongan. Namun aplikasi tersebut jauh dari sempurna, karena sangat memungkinkan double counting yang dilakukan oleh individu, sehingga diperlukan proses verifikasi. Sedangkan dari sisi pendanaan, dana yang dipakai adalah dana dari KBRI KL sendiri.

Dalam memperoleh bahan-bahan bantuan KBRI KL juga cukup kesulitan, karena dibutuhkan barang dalam jumlah yang besar, sehingga tidak bisa selalu didapat dari retail. Berbagai upaya dilakukan salah satunya dengan mencoba mendapatkan bahan bantuan dari kilang/ pabrik. Berbagai jenis bahan bantuan harus selalu direstock, karena penyaluran harus disegerakan sekaligus berhati-hati. Saat ini KBRI KL hanya bisa menangani dalam partai besar, sehingga masih terbatas untuk melakukan kegiatan door to door.

 

News Reporter

Leave a Reply

%d bloggers like this: