Halal Industry, Kenapa Tidak?

(Isefid-Kl) Pada Jumat. 28 Februari 2020, ISEFID IIUM melaksanakan kajian yang bertempat di ruang Presentation Lab A Gedung Kulliyyah of Economics, IIUM. Pada kajian perdana di semester baru ini, ISEFID IIUM mengundang Prof. Dr. Irwandi Jaswir yang merupakan pakar halal dunia dan telah meraih berbagai prestasi salah satunya adalah sebagai peraih King Faisal International Prize 2018. Beliau aktif dalam berbagai riset terkait industri halal, khususnya di International Institute for Halal Research and Training (INHART) IIUM. Pada kesempatan tersebut, beliau memaparkan perkembangan industri halal di dunia yang dikemas dalam tajuk “Halal Industry, kenapa tidak?”.

Pada awal pemaparannya, Prof. Irwandi menerangkan bahwa saat ini manusia semakin tergantung dengan processed product yang menyebabkan semakin pentingnya juga isu halal untuk dibahas. Halal sudah tidak lagi terbatas pada perspektif agama, tetapi juga sudah dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi. Namun, isu halal juga menjadi tidak baik apabila dilihat dari sudut pandang yang terlalu bersifat ekonomi.

Prof. Irwandi memaparkan lebih lanjut, standar halal yang dikembangkan oleh negara tertentu hanya berlaku di Negara itu saja. Sekarang ini terdapat beberapa standar halal yang diterapkan secara internasional. Penelitian tentang standar halal saat ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kesadarkan di Negara dan organisasi secara global dalam menetapkan standar halal mereka sendiri. Oleh sebab itu, tidak mengejutkan untuk menemukan di suatu Negara ketersediaan lebih dari satu lembaga sertifikasi halal. Tren ini merupakan hal yang perlu disorot bagi pagi para pemain industry halal terutama praktisi, pemangku kepentingan, penasihat syariah dan masyarakat muslim pada khususnya.

Beliau menekankan bahwa khususnya pada industri makanan, halal is from farm to plate. Terdapat tiga isu utama pada produk halal, yaitu bahan mentahnya, proses, dan otentikasi. Di pasaran banyak sekali produk mentah yang murah untuk diproses menjadi makanan jadi, tetapi kehalalannya masih dipertanyakan. Prof Irwandi memberi contoh produk berbahan gelatin yang banyak diminati masyarakat, namun gelatin yang digunakan tidak diketahui halal atau tidak. Adapun barang (produk) yang sejatinya bersumber dari bahan halal, namun tidak melalui proses mengolah yang benar-benar berstandar halal. Ini menjadi tantangan bagi seluruh oelaku industry, terkhusus di Indonesia, untuk memaksimalkan manajemen halal dimulai dari produk mentah, manufacturing process-nya, hingga proses otentikasi.

Selanjutnya pembicara mengatakan bahwa, banyak negara mayoritas non-muslim memproduksi produk dengan sertifikasi halal yang diekspor ke negara-negara muslim. Sebagai contoh, Australia dan New Zealand merupakan negara dengan pengekspor daging sapi nomor satu di dunia. Brazil memproduksi daging ayam halal terbanyak dan mengekspor ke negara-negara muslim. Sedangkan Korea sebagai salah satu negara yang memproduksi kosmetik terbanyak di dunia juga sudah concen terhadap kehalalan produk. Ironisnya, negara dengan mayoritas muslim seperti di Indonesia belum begitu berkembang pada bidang industri halal, barang kali hal ini dikarenakan belum aware dan fokus terhadap halal industry ini. Prof Irwandi menambahkan, sudah saatnya Indonesia sebagai Negara berpenduduk Muslim terbesar serta kaya akan sumber daya mulai aware dengan industry halal dan mulai berkontribusi untuk memproduksi serta mendistribusikan produk halal di lokal maupun internasional

Pada akhir kajian, pembicara menjelaskan secara singkat mengenai mesin-mesin pendeteksi halal terhadap makanan, obat-obatan dan kosmetik. Yang akan dijelaskan sebgai berikut:

  1. Fourier Transform Infrared (FTIR) spectroscopy, secara sederhana alat ini digunakan untuk memperoleh spektrum inframerah penyerapan atau emisi zat padat, cair atau gas. Dengan kata lain, menggunakan cahaya inframerah untuk memindai sampel uji dan mengamati sifat kimia.
  2. Electronic Nose (E-nose) technology adalah alat yang mendeteksi bau lebih efektif daripada indera penciuman manusia. Alat ini terdiri dari berbagai sensor kimia elektronik dan sistem pengenalan pola yang tepat, mampu mengenali bau atau bau yang sederhana atau kompleks, oleh karena itu teknik ini diterapkan untuk memantau keberadaan bahan haram atau tidak aman seperti lemak babi, babi, dan melamin.
  3. Molecular Biology techniques adalah metode umum yang digunakan dalam biologi molekuler, biokimia, genetika dan biofisika yang umumnya melibatkan manipulasi dan analisis DNA, RNA, protein, dan lipid.
  4. Chromatography digunakan dalam proses industri untuk memurnikan bahan kimia, menguji jumlah jejak zat, memisahkan senyawa kiral dan menguji produk untuk kontrol kualitas. Chromatography adalah proses fisik di mana campuran kompleks dipisahkan atau dianalisis.
News Reporter
Isefid Adalah sebuah forum ekonomi islam yang berjuang untuk membangun indonesia lebih baik kedepannya dengan berlandaskan ajaran ajaran islam

Leave a Reply

%d bloggers like this: