Integrasi zakat dan pajak merupakan suatu issue atau program yang telah lama dibahas dan telah menemukan beberapa solusi. Inovasi dalam pengelolaan dan penyaluran baik zakat maupun pajak menjadi poin penting karena sejauh ini masih terlihat banyak kekurangan, utamanya pada pengemasan belum begitu menarik sehingga pengumpulan zakat dan pajak belum efektif dan efisien. Bila dilihat dari peran dan eksistensinya, pajak tentunya memiliki cakupan yang jauh lebih besar ketimbang zakat. Hal itu dikarenakan pemungutan pajak diwajibkan kepada seluruh warga negara dan tidak terbatas kepada agama yang dianut, berbeda dengan zakat yang hanya diwajibkan kepada umat Islam.
Jika dilihat dari potensinya, zakat sangat menjanjikan dalam upaya redistribusi pendapatan. Dikutip dari CNN Indonesia, potensi zakat tahun 2021 adalah sebesar Rp327 triliun. Namun sayangnya, realisasi dari penerimaan zakat masih jauh dari potensi tersebut, yakni hanya Rp14 triliun atau 4,28% dari potensi yang seharusnya bisa diterima.[1] Berbeda halnya dengan pajak, berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah total penerimaan pajak di tahun 2021 mencapai Rp1.375,8 triliun. Angka tersebut bahkan berhasil melampaui target dalam APBN tahun anggaran 2021, yakni Rp1.229,6 triliun.[2]
Dampak pandemi yang semakin terasa menjadi suatu alasan berkurangnya jumlah perhimpunan zakat. Hal itu disebabkan oleh mayoritas orang yang lebih memprioritaskan konsumsi rumah tangga terlebih dahulu sebelum berzakat, yang kemudian konsumsi tersebut memangkas pendapatan hingga di bawah nishab wajib zakat. Hal serupa juga terjadi pada penerimaan pajak, aktivitas perekonomian yang harus berjalan dengan serba-serbi keterbatasan turut menyebabkan terperosoknya penerimaan pajak. Hanya saja, pendapatan pajak memiliki akses yang lebih luas ketimbang zakat, sehingga menjadikan penerimaan pajak lebih besar. Namun demikian, rasa optimis bahwa zakat masih dapat ditingkatkan pada level yang lebih signifikan tetap harus dijujung, terutama pada zakat maal dan penghasilan yang diharapkan akan semakin mudah diakses oleh masyarakat. Untuk itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin pada saat menerima para pengurus BAZNAS melalui konferensi video (4/1/2021), BAZNAS harus terus didorong untuk berinovasi menghasilkan terobosan serta inisiatif baru.[3] BAZNAS telah banyak memberikan kontribusi positif yang berdampak bukan hanya pada penghimpunan zakat, namun juga secara distribusi dan legalitas hukum sesuai dengan syariat agama Islam. Adanya kejelasan payung hukum serta sistem yang membantu calon donatur hingga saat ini menjadikan lembaga BAZNAS sebagai institusi negara yang kredibel dalam menangani persoalan zakat. Namun demikian, BAZNAS perlu mengkaji ulang setiap apa yang telah mereka jalankan, karena seyogyanya hal itu dapat meningkatkan efektifitas pada manajemen dan kinerja dalam menjalankan amanah umat.
Salah satu langkah yang dapat dilihat, diperbaiki serta dikaji ulang ialah penerapan kebijakan integrasi antara zakat dan pajak, mengingat kedua hal tersebut sangat penting sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Selama ini, BAZNAS telah memfasilitasi kebijakan pengurangan penghasilan kena pajak menggunakan zakat dengan bukti setor. BAZNAS juga menyediakan sistem auto-payroll bagi mereka yang ingin berzakat tanpa perlu bersusah payah. Lebihnya, menurut Prof. Noor Ahmad selaku ketua BAZNAS pada webinar dengan tema zakat dan pajak (Senin 21/3, 2022), BAZNAS berencana untuk mengatur dan bekerjasama dengan ditjen pajak sebagai bentuk dukungan akan hal tersebut.[1] Hal ini merupakan langkah yang sangat baik mengingat integrasi pada kedua lembaga tersebut akan menurunkan risiko miskomunikasi dan kegagalan praktik di lapangan.
Permasalahan utamanya islah sistem yang masih kurang efisien, karena donatur zakat harus tetap menyetor bukti zakat sebagai bentuk pengurang pajak mereka. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat tentang fasilitas tersebut juga masih dirasa minim. BAZNAS memang telah memiliki beberapa media untuk menyebarkan informasi terkait persoalan zakat, seperti BAZNAS TV, website online serta aplikasi-aplikasi ponsel pintar. Namun, sepak terjang mereka seperti setengah matang, terutama bagi aplikasi ponsel. Fitur-fitur aplikasi dirasa tidak lengkap, minim informasi mengenai tata cara pengurangan pajak dan dinilai tidak dapat melakukan penetrasi pasar dengan baik. Justru, website BAZNAS pusat lah yang terlihat sebagai salah satu media teraktif jika dikomparasi dengan media lainnya.
Jika BAZNAS ingin menjadikan pajak dan zakat sebagai suatu hal umum yang terus dapat berjalan tanpa adanya masalah dari berbagai pihak, BAZNAS dapat memulai dari peningkatan tingkat edukasi masyarakat dengan baik dan sesuai. BAZNAS pusat dapat bekerjasama dengan BAZNAS di tingkat daerah serta Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) lainnya untuk mendorong adanya informasi bahwa zakat dapat mengurangi jumlah kewajiban pajak masyarakat. BAZNAS juga dapat menciptakan metode hitung zakat dan pajak melalui aplikasi ponsel, disertai dengan penyediaan jasa layanan pembayaran langsung secara online bagi para calon donatur. Untuk mengatasi permasalahan efisiensi penyetoran struk, BAZNAS dan ditjen pajak dapat merencanakan pembentukan suatu sistem otomatis yang dapat menanggulangi hal tersebut. BAZNAS dan ditjen pajak juga dihimbau untuk melakukan pembagian tugas pekerja yang terintegrasi langsung kepada kedua lembaga tersebut, sehingga kesan pelayanan yang lama dan tidak efisien dapat langsung diselesaikan dengan cepat.
Perencanaan akan perubahan terkait integrasi sistem terhadap zakat dan pajak memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, mengingat durasi proses, kejelasan hukum dan transparansi bagi kedua lembaga. Namun, hal ini menjadi sebuah langkah yang sangat dinantikan bagi umat muslim yang ingin menunaikan zakat dan pajak dengan mudah tanpa harus mengorbankan salah satunya. Sistem dan infrastruktur yang baik oleh BAZNAS dan lembaga yang berkaitan dapat menjadikan kebijakan integrasi antara zakat dan pajak akan terealisasi dengan sempurna di masa depan sehingga proses penghimpunan serta pendistribusiannya dapat dilakukan dengan baik, tepat dan menyeluruh bagi setiap masyarakat di Indonesia. Wallahu a’lam bishawab.
[1] Aprilia Hariani, “Bukti Sektor Zakat Sebagai Pengurang Pajak” Pajak, 23 Maret 2022, https://www.pajak.com/pajak/bukti-setor-zakat-sebagai-pengurang-pajak/.
[1] Andry Novelino, “Realisasi Pengumpulan Zakat di RI Baru Rp14 T pada 2021” CNN Indonesia, April 12, 2022, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220412105424-532-783588/realisasi-pengumpulan-zakat-di-ri-baru-rp14-t-pada-2021
[2] Herry Setiawan, “Tercapainya realisasi penerimaan pajak 2021, momentum penyehatan APBN” Komite Pengawas Perpajakan Kementerian Keuangang Republik Indonesia, Desember 31, 2021, https://komwasjak.kemenkeu.go.id/in/post/tercapainya-realisasi-penerimaan-pajak-2021,-momentum-penyehatan-apbn
[3] “Dorong Muzakki Taat Zakat, Baznas Harus Berinovasi” Kominfo, Pebruari 5, 2021, https://www.kominfo.go.id/content/detail/32546/dorong-muzakki-taat-zakat-baznas-harus-berinovasi/0/berita