Menengok Wakaf: Apa dan Mengapa

(ISEFID-KL) Jum’at di minggu kedua bulan April ini, ISEFID alhamdulillah tetap istiqomah melaksanakan kajian intermediate dengan masih mengusung tema yang cukup fenomenal saat ini yakni wakaf. Pertemuan kali ini diisi oleh Deden Misbahudin Muayyad, mahasiswa PhD di Instutute of Islamic Banking and Finance (IIBF). Beliau mengangkat judul yang sangat dasar namun sangat crusial untuk dipelajari lebih mendalam, “Wakaf: Apa dan Mengapa”. Menurut pemateri, pertanyaan apa menjadi penting karena apa adalah pertanyaan yang mendasar. Ketika pertanyaan apa diajukan, tentu jawabannya setiap orang akan berbeda (tergantung pada sudut pandang dan latar belakangnya). Meskipun kajian tentang apa itu masih pada tataran teoritis, bukan praktis, konsekuensi perbedaan jawaban dari pertanyaan ini akan berdampak pada bagaimana pemahaman tentang sesuatu tersebut nantinya.

Pada awal atau pembuka, pemateri mengingatkan perihal pembagian manusia menurut (Khalil bin Ahmad) bahwa manusia itu ada 4: Alim, orang yang tahu dan dirinya tahu bahwa ia tahu. Na’im, orang yang tahu dan ia tidak tahu bahwa ia tahu. Mustarsyid, orang yang tidak tahu dan ia tahu bahwa ia tidak tahu. Serta Jahil, orang yang tidak tahu dan ia tidak tahu bahwa ia tidak tahu.

Kemudian pemateri melanjutkannya pemaparannya untuk menjawab pertanyaan apakah wakaf itu. Wakaf dari segi bahasa adalah berhenti, mencegah (المنع) atau menahan (الحبس). Maknanya adalah berhenti bergerak. Jamak nya auqaf (اوقاف). Al habsu dan al waqfu memiliki makna yang sama yaitu menahan dan mencegah atau berdiam. Dari kedua makna ini, penyebutan kata wakaf di setiap negara pun berbeda. Meskipun kebanyakan negara menyebutnya sebagai wakaf, orang-orang di Maroko menggunakan al habsu karena maknanya yang sama yaitu menahan dari mengkonsumsi atau diperjualbelikan atau setiap perbuatan lain seperti menghibahkan.

Adapun wakaf secara istilah didefinisikan berbeda oleh para ulama.

a. Hanafiyah

Dalam madzhab hanafiyah juga terdapat perbedaan pendapat di antara 3 imam yang dikenal sebagai 3 serangkai dalam madzhab Hanafiyah yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syaibani serta Abu Yusuf .

  1. Abu Hanifah berpendapat bahwa wakaf adalah menahan dzat (‘ain) terhadap kepemilikan waqif, sehingga harta yang diwakafkan itu masih milik waqif. Kenapa? Karena wakaf di’qiyas-kan kepada ‘ariyah (pinjaman). Imam Abu Hanifah menganggap akad wakaf itu adalah akad ghair lazim (tidak terikat). Dan barang itu boleh dijual, dihadiahkan, diwariskan dll. Dan masing-masing pihak boleh membatalkan akadnya.
  2. Asy Syaibani mendefinisikan wakaf sebagai menahan ‘ain/barang menjadi milik A Karenanya tidak boleh diperjualbelikan atau di wariskan atau dipinjamkan.

b. Malikiyah

Imam Malik memberikan definisi wakaf sebagai I’thou manfaatin syain atau memberikan manfaat sesuatu. Berbeda dengan memberikan barang seperti dalam memberikan hadiah atau hibah. Akadnya masuk pada kategori lazim (tidak boleh dibatalkan satu pihak), secara mu’abbad (abadi) atau muaqqat (berjangka waktu).

c. Syafi’iyah

Menurut Imam Syafi’i, wakaf adalah habsu maalin atau menahan harta yang mutaqawwim yang mungkin memberikan manfaat sementara ‘ain-nya tetap pada mauquf alaih yang mubah dan berwujud. Perbedaan harta mutaqawwim dengan ghair mutaqawwim adalah bahwa harta mutaqawwim adalah harta yang boleh digunakan dalam keadaan apa saja dan dihasilkan secara halal, sedangkan ghair mutaqawwim yakni harta yang tidak boleh digunakan kecuali dalam keadaan madharat.

d. Hanabilah

Madzhab Hanabilah mendefinisikan wakaf adalah habsu atau tahbisul ashli wa tasbiilu tsamrah yakni menahan asalnya dan memberikan hasilnya. Para ulama kontemporer banyak yang merujuk definisi ini karena bersifat lebih umum dan tidak menimbulkan kontroversi.

Di Indonesia, wakaf didefinikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga Undang-Undang.  Menurut KBBI, wakaf adalah tanah negara yang tidak dapat diserahkan kepada siapa pun dan digunakan untuk tujuan amal; Benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum; serta Hadiah atau pemberian yang bersifat suci. Sedangkan dalam UU, wakaf diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah. Menurut pemateri, kedua pengertian ini perlu ditinjau kembali kaitannya dengan terdapat beberapa hal yang masih kurang relevan dan belum mengakomodir seluruh konsep asli wakaf itu sendiri.

Kemudian, pemateri melanjutkan pembahasan berupa pengungkapan dalil disyariatkan nya wakaf bagi umat Islam. Dalam Al-Qur’an, Q.S al-Baqarah ayat 267 dan ali-Imran ayat 9 memakai kata al-infaq yang ditafsirkan oleh para ulama sebagai wakaf.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِ‍َٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ٢٦٧

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ ٩٢

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

Adapun Hadits yang dinilai para ulama sebagai dasar dari wakaf adalah hadis tentang akan terputusnya amal kecuali tiga perkara, shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat serta anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya. Para ulama sepakat bahwa shadaqah jariyah dalam matan hadis ini maksudnya adalah wakaf.

            Sebuah amalan tanpa adanya rukun dan syarat, maka amalan tersebut tidak akan sah dan sempurna. Perihal hal ini, rukun dan syarat waqaf diperinci oleh pemateri sebagai berikut:

  1. Wakif atau orang yang berwakaf

Syaratnya: berakal; baligh baik secara thabi’i atau sifatnya natural ataupun taqdiri yakni menurut ukuran umur. Pada umumnya adalah 15 tahun, namun Hanafiyah mengukur umur baligh ketika telah mencapai 18 tahun; mampu mengelola harta atau tidak boleh mahjur; ikhtiar (bebas dan tidak ada keterpaksaan); tidak sakit dalam keadaan sedang sekarat. Dalam kondisi ini, para ulama menganjurkan agar ia lebih baik berwasiat saja dimana batasan wasiat adalah sepertiga dari harta yang dimiliki.

  1. Mauquf alaih atau tujuan wakaf

Adapun tujuan dari wakaf adalah mendekatkan diri kepada allah, terus menerus dan berkesinambungan.

  1. Mauquf atau harta

Harta yang dimaksud adalah harta yang mutaqawwim, harus diketahui pada saat akad serta dimiliki waqif

  1. Sighah atau ijabqabul

Adapun sighah dapat berupa aqwal (perkataan) secara shorih atau kinaiyah (kiasan) dan af’al (perbuatan) atau mua’atho (akad dengan perbuatan). Namun dalam hal ini, Imam Syafi’i berpendapat hanya sighat aqwal saja yang disetujui.

Selanjutnya, pemateri memaparkan bentuk-bentuk wakaf berdasarkan beberapa kategori yaitu:

A. Tujuan

  • Wakaf khairi, yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum sebagaimana definisi wakaf dalam Undang-Undang. Wakaf khairi merupakan wakaf yang pada umumnya dikenal dan dipraktekan.
  • Wakaf ahli atau Wakaf ini tujuannya sama untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi mauquf alaihnya adalah keluarga terdekat waqif atau bahkan waqif itu sendiri.
  • Wakaf al musytarak yakni wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum, kemudian setelah itu untuk keluarga waqif, atau sebaliknya. Sebagai contoh seseorang berikrar wakaf tanah kepada umat selama jangka waktu 1 tahun, kemudian setelah masa tersebut habis harta wakaf akan dialihkan kepada keluarga waqif.

B. Waktu

  • Wakaf Muabbad bermakna harta yang diwakafkan bersifat selamanya atau abadi,
  • Wakaf Muaqqat bermakna wakaf sementara atau harta yang diwakafkan diberi jangka waktu tertentu.

C. Penggunaan

  • Wakaf mubasyir dimana harta wakaf digunakan secara langsung pada tujuannya.
  • Wakaf istitsmar yaitu wakaf yang tujuannya tidak langsung. Contohnya berupa investasi.

Terkait dengan pertanyaan kedua yaitu, mengapa. Hal tersebut karena wakaf sangat erat kaitannya dengan maqashid Syariah. Oleh sebab itu wakaf memiliki peranan yang sangat besar pada pemenuhan kebutuhan dasar, sekunder dan tersier manusia.

Pada akhir sesi, pemateri menyampaikan bahwa wakaf sebagai salah satu solusi perekonomian masih perlu dikembangkan dan dimaksimalkan. Peran dari kita sebagai akademisi berupa riset-riset dan ide-ide baru akan sangat dibutuhkan untuk inovasi wakaf yang lebih baik lagi. Wallahu a’lam bisshawab.

Reporter: Neneng Ela Fauziyyah, (Master of Economics, IIUM)

News Reporter
Isefid Adalah sebuah forum ekonomi islam yang berjuang untuk membangun indonesia lebih baik kedepannya dengan berlandaskan ajaran ajaran islam

Leave a Reply

%d bloggers like this: