(Isefid-KL) Jum’at, 12 Juni 2020, ISEFID IIUM kembali hadir dalam menyelenggarakan diskusi online yang biasa di sebut dengan WFH (Webinar From Home). Webinar kali ini mengangkat tema tentang ‘Human-Centric’ dengan pembicara Bapak Jamil Abbas, MBA dari Deputy Director – Islamic Inclusive Finance Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan webinar di pandu oleh Imam Zulfian, S.Ak selaku Direktur Isefid IIUM.
Krisis covid-19 memaksa banyak pihak termasuk lembaga keuangan syariah, untuk berubah dan membentuk tatanan baru yang disebut “The New Normal”. Namun, pertanyaan mendasarnya adalah lembaga keuangan syariah di dunia harus berubah menjadi apa? Apa bentuk The New Normal dalam konteks keuangan syariah?
Dalam kajian kali ini, narasumber menyampaikan perlukah lembaga keuangan syariah menjadi lebih human-centric? Jika iya, apakah mampu dan langkah-langkah apa yang di perlukan untuk mendorong terwujudnya ‘Human Centric Financial Ecosystem’ setelah krisis Pandemi ini? Pertama, kebutuhan manusia dalam konteks tujuan ekonomi bersifat sosial, bukan individual. Sebenarnya, ada perbaikan dari setiap krisis krisis yang terjadi, seperti halnya krisis moneter Indonesia 1998 dimana pengelolaan kurs tidak stabil akan tetapi UMKM masih berjalan normal, kemudian Global Financial Crisis 2008 di Amerika yang menyebabkan terjadinya masalah pada pasar keuangan di negera-negara lain.
Secara garis besar, krisis pandemi ini berdampak buruk pada berbagai lapisan masyarakat di berbagai negara khususnya masalah kemiskinan. Beberapa pakar dunia mengatakan bahwa krisis ini dampaknya lebih besar daripada kerusakan perang dunia II. Kabar baiknya, krisis ini malah meningkatkan nilai kepedulian terhadap sesama sehingga dapat melandaikan kurva kesenjangan sosial di masyarakat.
Beliau melihat, bahwa keadaan ekonomi saat ini adalah: 1) Adanya maximizing shareholders value, untuk memanage dan meningkatkan nilai pemegang saham; 2) Terjadinya peningkatan GDP; 3) Bubble and burst, yang merupakan fenomena gali lubang tutup lubang; 4) Adanya budaya penghindaran resiko (risk avoidance), yaitu keamanan yang dicari oleh pemilik modal; dan 5) Praktek keuangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang kemudian faktor-faktor tersebut disimpulkan dengan istilah ‘Incomplete Human Centric’.
Beliau juga menyinggung megenai hierarki keuangan, dimana posisi teratas terdapat zona risk (kaya), middle (menengah) yang keduanya terlibat seperti: pihak bank, capital market, multifinance, venture capital, etc. dan pada posisi bawah yaitu zona poor (miskin). Kondisi pada segmen poor ini yaitu: kelompok resiko yang berbeda (seharusnya dianggap sama dengan segmen lainnya), masih berbasis sektor riil (seharusnya prinsip profit sharing harus mendominasi), pendekatan obat (seharusnya perlakuannya tetap sesuai dengan kebutuhan saat ini), kemudian perpaduan sosial dan bisnis/commercial dominated. Lalu dengan adanya krisis kali ini apakah bisa institusi keuangan islam menjadi ‘Human Centric Financial Institution’?
Beliau memberikan pandangan bahwa BMT (Baitul Maal Tamwil) bisa dijadikan sebuah contoh untuk mengembangkan masyarakat lebih produktif melalui cara syariah, yaitu berbasis bermandiri (self-reliance) dan pemaksimalan kekuatan kearifan lokal (local wisdom). Ada tiga langkah pendekatan untuk BMT ini, yaitu: uniknya masyarakat/komunitas tersebut, memobilisasi pada kekuatan lokal, dan yang terakhir pada sinergi sosial bisnis. BMT mengusung kerjasama antara keuangan sosial dengan keuangan komersial dan BMT juga dikenal sebagai pilar keuangan mikro syariah. Beliau juga mengatakan bahwa ada yang menarik terhadap BMT yaitu Ziswaf. Ziswaf merupakan turbonya ekonomi syariah yang sejatinya sangat mendorong prinsip ‘Human-Centric’.
Kesimpulannya, beliau menyimpulkan bahwa krisis Covid-19/pandemi berdampak buruk pada seluruh lapisan umat manusia dan memerlukan “complete” human centric, human centric economy atau Human Centric Financial Institution (HCFI). Pada dasarnya lembaga keuangan syariah itu sudah HCFI, namun hanya memerlukan perbaikan dan penguatan. Dan pada dasarnya Indonesia sendiri berpeluang besar untuk menjadi leader/lokomotif di bidang HCFI.
(Red : Ahmad Ryan Bayu Pratama)
Video webinar bisa di akses di akun Youtube Isefid IIUM