Peran Wakaf dalam Membangkitkan Ekonomi Umat

(Isefid-kl) ISEFID IIUM melaksanakan kajian webinar kedua pada Jumat, 3 April 2020, yang juga merupakan webinar donasi yang bekerjasama dengan global wakaf dalam rangka mendukung saudara kita di Indonesia yang sama-sama sedang berjuang melawan Covid-19. Webinar donasi kali ini mengusung tema “Peran Wakaf dalam Membangkitkan Ekonomi Umat” dengan pembicara Bapak Dr. Imam Teguh Saptono dan dimoderatori oleh Bapak Agastya Harjunadhi, yang juga berkecimpung dibidang wakaf di Indonesia.

Kegiatan dimulai pukul 20.00 WIB/ 21.00 MYT dengan diikuti oleh masyarakat Indonesia di beberapa negara. Dari Indonesia, beliau membuka agenda online ini dengan memaparkan sejarah wakaf dengan menarik dan apakah kita masih bisa optimis dengan instrumen wakaf atau malah sebaliknya. Beliau menuturkan bahwa sejatinya profesi banker dahulunya adalah wakaf, dan kemudian malah menghancurkan lembaga wakaf. Bank diilustrasikan dengan lembaga wakaf uang sedangkan banker merupakan profesi nazir wakaf uang.

Pada revolusi industri 1.0 mulai berkembang kelembagaan bank bersamaan dengan pilar-pilar satanic finance-nya, yaitu sistem bunga, fiat money dan fractional banking system. Hal ini yang memicu realokasi dan redistribusi yang mendorong adanya polarisasi aset melalui mekanisme pasar mencakup didalamnya krisis dan fenomena Covid-19 saat ini. Disinilah muncul peran wakaf, yang dimana aset-aset ini dikunci sehingga tidak berefek terhadap jeleknya mekanisme pasar, wakaf juga dikenal dengan istilah penjagaan aset umat.

Wakaf ini mengacu pada QS. Ali-Imran: 92, “Sesungguhnya belum sempurna kebajikan seseorang, sebelum dia menginfakkan harta terbaik yang dicintainya.” Seperti yang dicontohnya oleh para Sahabat, yaitu Umar bin Khattab dengan wakaf kebun kurmanya (wakaf produktif) dan Umar bin Abdul Aziz dengan wakaf emas perhiasan (wakaf uang), begitu juga dengan negara-negara Islam lainnya ketika itu. Disimpulkan, bahwasanya kejayaan Islam itu identik dengan kepemilikan aset wakaf yang melampaui aset privatnya.

Mengacu pada UU wakaf no 41 “Pada dasarnya semua benda yag tidak habis dalam 1x konsumsi bisa diwakafkan”, tidak hanya terfokus pada mesjid, madrasah, makam dan mushola. Menilik sejarah di indonesia beberapa aset wakaf yang pernah ada, yaitu: wakaf Tengku Habib Bugak dari Aceh di Saudi, pesawat RI 001, pesawat kenegaraan Wakil Presiden RI 003, Senayan, emas yang ada diatas Monas dan gedung DPR juga merupakan wakaf dari Darunnajah.

Bapak Imam juga mengedukasi tentang sukuk linked wakaf yang sedang beliau kembangkan, yaitu sukuk komersial yang digunakan untuk membangun aset wakaf menggunakan prinsip one pool to many dan diterbitkan oleh pihak yang eligibilitas menggunakan akad al-hukr (tidak memiliki duration of time dan cost of fund).

Berkaca dari kemajuan Islam, wakaf semestinya membiayai proyek-proyek publik maupun privat. Maslahat yang ada di wakaf itu mengacu kepada aset wakaf, harga merupakan representasi dari maslahat itu sendiri. Disinilah letak kekuatan dari wakaf, hanya punya kepentingan maslahat dengan tetap menjaga sustainability-nya serta Lembaga wakaf tidak akan meng-under investment-kan sektor manapun, berbeda dengan bank yang mensyaratkan imbal hasil yang harus dicapai serta tenor yang harus disepakati.

Bapak Imam juga memberikan semangat optimisme bahwa hanya dengan wakaflah, Islam dapat melakukan impact investment, selagi menghindari dari gharar, maysir, riba, dst. maka Islam akan memiliki social impact dan financial return yang tinggi. Dalam situasi pandemi ini pun, instrumen wakaf merupakan satu-satunya yang akan sangat tahan dengan economic shock maupun krisis lainnya. Jika ditarik garis lurus, maka semua investasi yang dikerjakan diatas tanah wakaf maka memiliki investasi yang lebih rendah, ROI yang lebih tinggi dan BEP yang lebih cepat, sehingga ketika terjadi economic shock maka akan mudah untuk menurunkan harga sewa, dst karena tidak ada investasi di tanah tersebut.

Dibalik semangat kemajuan ekonomi umat, terlebih paparan luar biasa mengenai prospek wakaf yang ditelah dijabarkan oleh Bapak Imam, beliau juga menggambarkan sekiranya tantangan pertumbuhan lembaga wakaf, yaitu 1) Profesionalitas nazir 2) Literasi wakaf yang baik 3) Produk kebermanfaatan yang lebih variatif, tentunya dengan harapan bahwa para masyarakat muslim dapat berkontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi ini.

Red: Zsa Zsa Indah Fadhila

News Reporter

Leave a Reply

%d bloggers like this: